Skip navigation.
Home

Berita Penyebab Produsen Baja Ringan Keluhkan Naiknya Bea Masuk

Beberapa produsen atap baja ringan yang tergabung dalam tiga asosiasi, yaitu Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Asosiasi Produsen Baja Enteng Indonesia (APBRI) serta Asosiasi Baja Enteng serta Atap Enteng Indonesia (Asbarindo) mengakui keberatan dengan kebijakan baru pemerintah.
Kebijakan itu mengatur penetapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 49 % untuk bahan baku Baja Lapis Alumunium Seng (BJLAS) Warna bila import dari China serta 18 % dari Vietnam.
Informasi terkait : harga atap spandek
Menurut Ketua APBRI Benny Lau, sekarang ini biaya import baja dari China saja sebesar 12 %. Ia cemas juga akan ada efek negatif bila kebijakan anti dumping ini diaplikasikan.
” Efek ini dapat ke orang-orang, product akhir dari baja juga akan jadi bertambah mahal akibatnya karena biaya produksi yang naik untuk membayar bea masuk itu, ” tutur Benny pada KompasProperti, Rabu (6/12/2017).
Kebijakan ini sendiri adalah hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) berdasar pada permintaan PT NS BlueScope Indonesia.
Maksudnya, untuk memproteksi pemain baja lokal. Tetapi di bagian beda, NS BlueScope kuasai market share baja hingga 90 %.
Baca juga : harga kanopi
Dengan hal tersebut, aktor usaha baja ringan otomatis dipaksa untuk tergantung pada NS BlueScope saja dalam rencana memasok bahan baku.
Seirama dengan Benny, Ketua ARFI Novia Budiman menilainya, sampai kini tingkat import bahan baku baja tinggi karena supply didalam negeri masih tetap kurang untuk penuhi keperluan produsen.
” Kemampuan produksi BJLAS Warna dalam negeri cuma sebesar 150. 000 ton per-tahun, sesaat tingkat mengkonsumsi BJLAS Warna rata-rata 350. 000 ton per-tahun, ” kata Novia.
Terkecuali beresiko ke orang-orang, tambah dia, aktor industri baja ringan akan dirugikan.
Pasalnya, nanti berlangsung terbatasnya supply yang dapat menyebabkan jelek, yaitu produsen atap metal tutup karna kekurangan supply bahan baku.
Dalam peluang yang sama, Ketua Asbarindo, Dwi Sudaryono menyebutkan, kebijakan ini juga akan mengganggu industri hilir baja dalam negeri yang berbentuk produksi atap metal serta baja ringan.
Dengan hal tersebut, selanjutnya juga akan berimbas pada supply bahan baku pada bidang konstruksi serta property.
” Walau sebenarnya pemerintah tengah gencar menggalakkan ke-2 bidang itu, baik untuk menguber ketertinggalan infrastruktur ataupun menggenjot program pembangunan Sejuta Tempat tinggal, ” kata Dwi.
Sekarang ini saja, pemerintah telah mengambil keputusan harga tempat tinggal subsidi untuk orang-orang berpendapatan rendah (MBR).
Bila biaya import bahan baku naik, jadi harga material baja ringan akan turut bertambah yang diprediksikan sebesar 10 %.
Imbasnya, harga tempat tinggal dapat turut naik serta mungkin saja tidak masuk dalam kelompok tempat tinggal subsidi yang diputuskan pemerintah.